Reference, 7 Maret 2025 - Mahasiswa Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo menggelar audiensi terkait Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) di ruang sidang fakultas lantai dua pada pukul 14.30 WIB.
Pertemuan ini dihadiri oleh mahasiswa angkatan 2022, perwakilan fakultas, serta
pihak penyelenggara kegiatan (EO) untuk membahas kebijakan anggaran dan teknis
pelaksanaan KKL.
Acara dibuka dengan sambutan dari Sekretaris Jurusan
Sosiologi, Endang, yang dilanjutkan dengan doa bersama. Setelah itu,
mahasiswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan dan aspirasi
mereka.
Colis, Ketua SEMA FISIP, memulai diskusi dengan memaparkan
hasil konsolidasi yang telah dilakukan oleh DEMA FISIP. Ia menyoroti adanya
tambahan biaya sebesar Rp550.000 per mahasiswa yang memicu pertanyaan di
kalangan mahasiswa. “Saya ingin menyampaikan hasil konsolidasi dari teman-teman
angkatan 2022 kemarin,” ujar Colis.
Wiko, mahasiswa Ilmu Politik 2022, turut mempertanyakan
kebijakan ini yang dinilai mengarahkan mahasiswa untuk tetap memilih destinasi
Bali. “Mulai dari anggaran dll. Seakan-akan kita diarahkan untuk tetap memilih
ke Bali,” ungkapnya. Ia juga meminta rincian anggaran sebesar Rp1,2 juta untuk
KKL di Bandung, yang dinilainya terlalu tinggi untuk hanya satu malam.
Senada dengan itu, Dini, mahasiswa Sosiologi, menanyakan
alasan adanya tambahan iuran sebesar Rp550.000, terutama mengingat program
pelatihan bahasa di Pare yang sebelumnya direncanakan tidak terlaksana.
“Seharusnya, jika program ke Pare tidak terlaksana, anggaran tersebut bisa
dialihkan ke KKL ini. Kami meminta transparansi terkait anggaran tersebut,”
tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Suroso selaku EO menjelaskan bahwa efisiensi anggaran tahun ini menyebabkan pemotongan anggaran di berbagai sektor. “Pemangkasan ini bukan berasal dari fakultas, melainkan dari pihak atas. Kami menawarkan sistem paket yang biayanya dihitung per orang. Awalnya, anggaran KKL ke Bali sebesar Rp1,8 juta, namun setelah pemangkasan menjadi Rp1,2 juta. Dan untuk menutupi kekurangan itu, maka diadakan iuran tambahan,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa iuran ini bersifat sukarela dan
tidak ada paksaan bagi mahasiswa untuk tetap memilih Bali sebagai tujuan KKL. “tidak ada paksaan kkl untuk sampai
ke bali. Jika perlu, jika tetap ingin tetap ke bali maka bisa membuat surat
pernyataan,” tambahnya.
Kepala Program Studi Ilmu Politik, Nuqlir, menekankan bahwa
KKL dan pelatihan bahasa di Pare bertujuan meningkatkan kualitas mahasiswa,
bukan sekadar ajang dolanan. “KKL dan pelatihan bahasa di Pare itu fasilitas
dari fakultas untuk peningkatan kualitas mahasiswa, bukan ajang dolanan,”
ujarnya.
Mengenai transparansi anggaran, ia menegaskan bahwa tidak
semua informasi bisa dipublikasikan sepenuhnya. “Transparansi tidak bisa
sepenuhnya telanjang, ada hal yang tidak bisa selamanya diungkapkan,”
tambahnya.
Pandu Arya, mahasiswa Ilmu Politik 2022, kembali
mempertanyakan kemungkinan pelaksanaan KKL tanpa biaya tambahan serta meminta
klarifikasi terkait dampak efisiensi anggaran terhadap KKL.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan III FISIP, Parmudi,
menjelaskan bahwa pemangkasan anggaran dilakukan pemerintah dan berdampak pada
16 pos anggaran, termasuk ATK, kegiatan seremonial, rapat dan seminar, serta
perjalanan dinas.
Diskusi semakin memanas ketika Colis menilai bahwa jawaban
yang diberikan belum menjawab pertanyaan utama mahasiswa terkait transparansi
dana. “Kita tidak tahu kondisi dana KKL dan tidak mengetahui dana tersebut
dialokasikan untuk apa saja. Kita bertanya bukan berarti harus ditelanjangi,
tapi kita berhak tahu,” tegasnya.
Ia juga menyatakan kesiapan mahasiswa untuk mencari EO baru
yang menawarkan harga lebih terjangkau jika transparansi tidak diberikan.
EO tetap bersikukuh tidak akan memberikan rincian lebih
lanjut terkait transparansi dana dan pos anggaran KKL. Namun, dalam perundingan
lebih lanjut, salah satu perwakilan mahasiswa, Heri dari Sosiologi 2022,
menyampaikan bahwa kelasnya sepakat untuk tetap memilih KKL ke Bali dengan
negosiasi tambahan biaya Rp400.000. “Kelas sepakat untuk KKL ke Bali dengan
nego Rp400.000,” ujarnya.
Sebagai respons, EO menawarkan opsi baru: biaya KKL dapat
dinegosiasikan menjadi Rp1,4 juta, tetapi akomodasi hotel akan dipindahkan ke
Made Bali, yang memiliki standar lebih rendah dibandingkan hotel sebelumnya.
Selain itu, EO menawarkan opsi kedua, yakni biaya Rp1,5 juta dengan jadwal
keberangkatan yang ditentukan oleh EO, yaitu pada 15 April 2025.
Audiensi akhirnya menghasilkan tiga opsi sebagai solusi bagi
mahasiswa:
- Tambahan
anggaran Rp500.000 (dari semula Rp550.000) dengan pelaksanaan sesuai
jadwal EO pada 13 April 2025 dan mengikuti paket KKL FISIP 2025.
- Tambahan
anggaran Rp400.000 (dari semula Rp550.000) dengan akomodasi lebih jauh
dari Kuta serta penurunan kualitas hotel.
- Tambahan
anggaran Rp500.000 (dari semula Rp550.000) dengan pelaksanaan sesuai
jadwal mahasiswa, namun dengan penghapusan destinasi Hulu Danu dari paket
KKL FISIP 2025.
Audiensi berakhir dengan kesepakatan untuk melanjutkan
diskusi lebih lanjut pada Senin mendatang.
Penulis: Zaenal Arifin
Redaktur: Tegar Budi Hartadi
Komentar
Posting Komentar