 |
Gambar ilustrator by Ai |
Reformasi tahun 98 merupakan ikrar suci yang terukir dalam sejarah bangsa Indonesia. Reformasi adalah janji untuk mengakhiri hegemoni militer dalam ranah politi dan sipil. Dwifungsi ABRI adalah doktrin yang menjadikan seragam loreng bukan hanya sebagai alat peretahanan, tetapi juga kendaraan kekuasaan yang kemudian dinyatakan harus berakhir. ketetapan MPRNO. VI/MPR/2000 dan VII/MPR2000 adalah saksi bisu bahwa negeri ini bertekad untuk membawa TNI kemabali ke barak, menjauhkan mereka dari kursi kursi pemerintahan. namun, sekarang janji itu hanya menjadi lembran kertas lusuh yang terabaikan, terlupakan, dan dikhianati. Dengan disahkanya revisi uu tni, indonesia tampaknya ingin mengulang kembali masalalu kelamnya.
Samuel P. Huntington dalam bukunya the solder and the
state (1957), menegasakan bahwa supremasi sipil adalah pilar utama
demokrasi yang sehat. Di dalam bukunya ia menjelaskan konsep objektif dan
subjektif dalam kontrol sipil terhadap militer. Kontrol objektif berarti
profesionalisasi militer tanpa intervensi politik, sementara kontrol subjektif
mengacu pada dominasi sipil dalam pengambilan keputusan strategis. Dengan
disahkanya UU TNI yang mengizinkan tentara aktif untuk menduduki jabatan sipil,
Indonesia secara langsung sedang mengikis kontrol objektif dan membiarkan
militer kembali mencampuri urusan pemerintahan. Militer seharusnya profesional,
netral, dan tunduk pada otoritas sipil. Namun, UU TNI yang mengizinkan tentara
aktif mengisi jabatan sipil adalah bentuk kedangkalan pemikiran pemerintah yang
berpotensi mencederai demokrasi. Ini bukan sekadar aturan hukum, tapi ini
adalah undangan terbuka bagi militer untuk kembali mencengkeram kekuasaan,
mengaburkan batas antara sipil dan tentara, membiarkan sejarah buruk terulang
dengan wajah baru.
Kita tidak berbicara dalam ruang hampa. Sejarah telah mencatat
bagaimana dwifungsi ABRI membuka jalan bagi represi dan otoritarianisme.
Militer yang diberi tempat dalam politik bukan hanya pelindung bangsa, tetapi
juga menjadi alat penindasan. Tragedi Tanjung Priok (1984), penculikan aktivis 98,
dan berbagai kasus pelanggaran HAM lainnya adalah jejak kelam dwifungsi ABRI. Masih
terlalu banyak luka yang belum sepenuhnya sembuh. Reformasi hadir sebagai
penawar, sebagai harapan, sebagai pernyataan bahwa militer harus kembali ke
tempatnya. Tetapi kini, dengan satu ketukan palu di ruang parlemen, semua itu
kembali dipertanyakan.
Dua puluh lima tahun yang lalu, Presiden Abdurrahman Wahid
berikrar untuk menutup ruang politik bagi militer. Ia paham betul bahwa
demokrasi membutuhkan batas yang tegas antara sipil dan militer, keamanan
negara tidak boleh menjadi dalih untuk membungkam demokrasi. Namun, dengan
disahkannya UU TNI adalah itu sebuah bentuk penghianatan secara terang-terangan
terhadap spirit reformasi. Demokrasi yang seharusnya maju, justru dipaksa
berjalan mundur.
Dampaknya tidak hanya soal hukum, tetapi juga stabilitas jangka
panjang. Huntington menyatakan bahwa negara demokratis yang sehat harus
memiliki militer yang profesional dan tunduk pada kontrol sipil. Jika batas itu
kabur, bukan tidak mungkin Indonesia akan mengikuti jejak negara-negara yang
gagal mempertahankan supremasi sipil, seperti Myanmar dan Thailand, yang
berkali-kali jatuh dan terperosok dalam lingkaran krisis, kudeta,
ketidakstabilan, dan otoritarianisme akibat intervensi militer dalam
pemerintahan. Indonesia, dengan segala luka masa lalunya, kini berdiri di
persimpangan. Apakah melanjutkan jalan demokrasi atau membiarkan militer
kembali berkuasa dalam pemerintahan?
Penulis: Zaenal Arifin
Referensi
Iryana, W. (2025, March). Penghapusan
Dwifungsi ABRI: Warisan Demokrasi Gusdur yang Terlupa. Lampung.Nu.or.Id. https://lampung.nu.or.id/pernik/penghapusan-dwifungsi-abri-warisan-demokrasi-gusdur-yang-terlupa-sgtvc
KETETAPAN MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR VII/MPR/2000 TAHUN 2000 TENTANG
PERAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. (n.d.). Retrieved March 23, 2025, from
https://peraturan.go.id/files/TAPMPR_NO_VIIMPR2000_2000.PDF
KETETAPAN MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR VI/MPR/2000 TAHUN 2000 TENTANG
PEMISAHAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. (n.d.). Retrieved March 23, 2025, from
https://peraturan.go.id/files/TAPMPR_NO_VIMPR2000_2000.PDF
Mandeles, M. D. (2009). Review
of Huntington, Soldier and the State.
https://www.researchgate.net/publication/236857961
Komentar
Posting Komentar